Menilik Kegiatan Konservasi Penyu di Pantai Jeen Yesa
Bagikan Tulisan
Tanggal
15 Juli 2022
Penulis
Y. Yulia Andriani
Tanggal
15 Juli 2022
Penulis
Y. Yulia Andriani
Tulisan ini merupakan bagian kedua dari kisah perjalanan volunteering trip oleh Y. Yulia Andriani. Simak bagian pertama di sini
Salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia terdapat di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) Papua yang menjadi prioritas upaya konservasi nasional dan internasional. Kekayaan sumberdaya hayati laut di wilayah ini sangat luar biasa. Di sini kita bisa bertemu dengan lebih dari 600 spesies karang, dimana mereka adalah bagian dari 75% spesies karang keras dunia. Wilayah ini juga merupakan rumah bagi lebih dari 1700 spesies ikan karang, habitat bagi berbagai jenis penyu dan mamalia laut yang terancam punah (Sumber: Youtube: science4conservation).
Yulia (kiri), Fani (tengah), dan Ika (kanan) saat bertemu induk penyu belimbing
(Foto : Tonny Duwiri_S4C_LPPM UNIPA)
Setelah 2 hari di Kampung Womom, saya diajak berlayar ke Wembrak oleh Kaka Tonny Duwiri (biasa dipanggil Todu) menuju Pantai Wembrak, salah satu dari tiga Pantai Jeen Yesa untuk melihat konservasi penyu. Kebetulan, saya yang bertugas sebagai volunteer tidak terikat tugas formal seperti halnya Kaka Noviyanti, Abigail, dan Aflia, sehingga dapat menyambut ajakan Kaka Todu. Rasanya perfect timing banget! Saya tiba di Wembrak pada saat masa puncak peneluran penyu.
Ada dua alternatif untuk menempuh perjalanan menuju Pos Wembrak, trekking selama 1 jam atau naik perahu. Wah, trekking! Mataku seperti merasa menyala saking senangnya karena selama 3 tahun bekerja di Manokwari belum pernah jalan kaki di hutan Papua.
Menikmati senja di Pantai Wembrak
(Foto : Yulia Andriani)
Tukik penyu lekang yang siap dilepas ke laut bebas
(Foto : Yulia Andriani)
Eh…ternyata Kaka Todu mengabarkan kami akan naik perahu. Berlayar menuju lokasi pun tak kalah menggembirakan! Gelombang siang itu cukup besar hingga pelayaran seperti arung jeram dan bermandikan air garam. Pelajaran besar di situ, saya betul-betul harus membeli drybag besar. Carrier 65 liter yang setia dibawa ke mana-mana ini rasanya kurang cocok untuk trip laut.
Di Pos Wembrak rupanya sedang ada pembangunan sanitasi baru di belakang posko sehingga suasana di sana cukup ramai. Ada para pekerja, 1 orang Mama Papua, beberapa remaja, dan 2 anak kecil. Di posko itu saya bertemu 2 kawan baru, yaitu Fani dan Ika. Dalam waktu yang singkat saja kami langsung berinteraksi akrab. Memasak bersama, bercerita tentang banyak hal, dan tidur satu ruangan dalam posko.
Untung bawa lotion anti nyamuk, gileeee agasnya dahsyat! Pantas saja Fani dan Ika memasang tenda di ruangan! Kalau Kaka Todu sih manusia segala medan, aman tidur di mana saja dan kelihatannya sudah kebal.
Lewat tengah malam, seperti yang diinstruksikan Kaka Todu siang tadi, kami melakukan patroli penyu. Malam ini hanya Kaka Todu dan saya saja yang patroli karena kakinya Ika sakit. Selain melakukan patroli, mereka juga bertugas untuk melindungi sarang penyu dan mendatanya. Cara kerja patroli pada malam itu, patroler berjalan ke titik yang telah ditentukan sejauh kurang lebih 2 jam PP jalan kaki.
Induk penyu belimbing kembali ke laut setelah selesai bertelur
(Foto : Yulia Andriani)
Tim pertama dan kedua masing-masing memegang senter bercahaya merah dan putih sebagai kode komunikasi mengenai pergerakan penyu: naik ke pantai, turun, bersarang, atau tidak jadi bertelur. Malam pertama di Wembrak, tidak ada penyu yang bertelur. Ada satu penyu belimbing yang naik, tapi turun lagi. Barulah pada malam kedua kami (saya, Kaka Todu, Fani, dan Ika) menyaksikan penyu belimbing sukses bertelur.
Penyu yang naik ke pantai pada musim bertelur belum tentu mau bertelur saat pertama kali naik. Ada kalanya penyu hanya mengecek lokasi kemudian turun lagi. Penyu juga sensitif terhadap gangguan dari cahaya putih, terutama sebelum mengeluarkan telur dan menguburnya. Jadi, kami menggunakan senter bercahaya merah sepanjang patroli dan menunggui penyu bertelur. Setelah penyu berhasil mengubur telurnya, kami boleh menyalakan senter cahaya putih. Itu pun tidak sembarangan, hanya 1 sumber cahaya untuk keperluan pendataan dan pengukuran. Umumnya, penyu terinsting mengikuti sinar cahaya putih sehingga jika dinyalakan beramai-ramai akan membuatnya bingung dan terganggu.
Saat menunggu penyu bertelur pun kami tidak boleh berisik juga dan menjaga jarak. Selain memberi privasi, penyu bisa agresif, lho. Tenaganya besar dan berisiko membahayakan. Bahkan, kata Kaka Todu, sirip penyu dapat mematahkan dahan cukup besar jika merasa terganggu.
Induk penyu belimbing di Pantai Wembrak
(Foto : Yulia Andriani)
Ini adalah spesies penyu belimbing di Pantai Wembrak di Jeen Yessa, Papua Barat. Di wilayah ini, penyu biasa bertelur pada musim teduh (ombak relatif kecil). Biasanya, penyu naik ke pesisir dari malam hingga menjelang pagi. Para patroler penyu umumnya menelusuri pantai mulai pukul 20.00 WIT. Patroler biasanya terdiri dari 2 tim kecil dengan personel masing-masing 1-3 orang.
Dalam perjalanan singkat itu ada banyak pelajaran yang dapat dipetik, di antaranya adalah bersyukur pada apapun yang dikaruniakan Allah SWT, bersikap santun dan bijak pada alam. Berkesempatan menyaksikan penyu bertelur, bagi saya adalah kesempatan menyaksikan suatu kebesaran Allah SWT. Betapa setiap makhluk diciptakan sempurna dan hidup dengan keistimewaannya tersendiri. Keberadaannya hadir sebagai keselarasan alam.
Keberadaan Program Sains untuk Konservasi LPPM UNIPA di Bentang Laut Kepala Burung ibarat matahari terbit yang hadirnya menjadi secercah harapan bagi kelestarian penyu di tengah besarnya ancaman. Kegigihannya dalam upaya konservasi, serta berupaya merangkul masyarakat dari segi ekonomi, sosial, dan pendidikan, menjadi sinergi positif yang harus terus menyala.
Mari kita jaga bersama, sayangi, lestarikan. Stop penjualan daging, telur, dan souvenir dari penyu! “Memperingati” Hari Laut Sedunia bukan hanya pada 8 Juni, melainkan setiap saat. Semoga lestarimu abadi.
Bagikan Tulisan
Ikuti Survei
Bantu kami meningkatkan kualitas informasi hasil monitoring sosial dan ekologi di BLKB-Papua.
Berita Terkait
Video Kami
Kategori Lainnya
Berita Lainnya
Kartika Zohar & Abraham Leleran – Juli 12, 2022
Petra Otsinar dan Cinthia Rianita Tumbio – Juli 11, 2022
Sorry, the comment form is closed at this time.