Menilik Keseharian Tim Pemberdayaan Masyarakat
di Kampung Wau-Weyaf

Bagikan Tulisan

Tanggal

31 Agustus 2022

Penulis

Noviyanti & Abigail Lang

Tanggal

31 Agustus 2022

Penulis

Noviyanti & Abigail Lang

Akses untuk air bersih, listrik, dan jaringan internet tidak kami dapatkan semudah ketika berada di kota. Sesampainya di kampung, aktivitas pertama yang kami lakukan adalah menimba air bersih untuk dibawa ke rumah belajar. Aktivitas ini kami lakukan bersama-sama dengan anggota PM.

“Kami akan pergi menimba air dulu kaka”, kata seorang PM yang sudah siap dengan gerobak merah dan ember besar kosong di atasnya. Kami ikut membantu. Meskipun ini pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik dan kami semua perempuan, pekerjaan menimba air tetap dapat kami lakukan. Jarak rumah belajar dari air sumur terdekat sekitar 50 meter dan kami harus menimba air ember dan gerobak.

Pekerjaan tim outreach tidak terlepas dari social media yang sangat bergantung pada jaringan internet. Ada beberapa titik di pantai yang terhubung dengan jaringan internet. Akan tetapi, peringatan dari anggota PM adalah: “Pakai baju yang panjang-panjang saja kaka nanti agas (serangga penghisap darah di pantai) gigit”.

Kami pun menuju ke “tempat jaringan”, sambil melihat pemandangan yang begitu cantik dengan suara ombak yang mengaum kencang serta diselimuti cahaya matahari yang membuat alam ini semakin berwarna. Selepas itu, kami kembali ke rumah belajar untuk membantu PM mengajar anak-anak.

Pada malam hari, hanya beberapa rumah saja yang menyalakan genset untuk kebutuhan listrik, kami menumpang untuk mengisi baterai peralatan elektronik yang kami punya. Kami menyadari bahwa meskipun tidak ada listrik dan jaringan internet selama 24 jam, ada sisi lain yang diunggulkan yaitu sosialisasi antara sesama. Sebagai orang yang terbiasa hidup dengan segalanya serba ada dan gampang, tantangan yang kami hadapi kali ini terbalut dengan rasa canda dan tawa yang dilontarkan sesama kami di kampung. Kami mengusir jenuh dengan sesekali menggunakan permainan offline pada gawai kami.

Suasana di tempat tim mencari jaringan
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Namun, kami selalu punya kegiatan bersama anggota PM, salah satunya membantu mengajar anak-anak di rumah belajar. Anak-anak pun senang melihat “ibu-ibu guru baru” yang tiba di kampung mereka. Antusias dari anak-anak ini terlihat ketika hal kecil apapun bisa mereka lontarkan untuk menanyakan kepada kami.

Setiap kami keluar rumah, kami sudah siap dengan “alat tempur” kami yaitu baju lengan panjang, celana panjang, kaos kaki, serta topi. Tapi tetap saja serangga kecil (agas) bisa masuk entah dari mana untuk mencari makanannya.

Nobar Hunter Killer serasa membawa kami ada di dalam kapal selam!

Proses pemasangan spanduk sebagai layar untuk menonton film
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Sehari sebelum kami berangkat, kami melaksanakan nobar (nonton bareng) bersama-sama dengan masyarakat. Mulai dari pagi-pagi kami membersihkan balai kampung yang terletak sekitar 500 meter jauhnya dari rumah belajar. Sambil berpapasan dengan orang-orang di jalan kami pun mengajak semua orang untuk bisa bersama-sama bergabung dengan kami pada sore hari nanti. Segala persiapan kami tentunya sangat terbantu sekali dengan partisipasi dari warga kampung. Tujuan dari nobar ini adalah untuk menyebarkan informasi berupa video tentang aturan adat dan hukum tentang penyu dan tentang manfaat penyu bagi alam. Waktu menunjukkan pukul 6 sore, kami mulai menyiapkan segala peralatan yang akan kami gunakan untuk nobar. Antusias dari warga sekampung sangat terlihat. Selama pemutaran film berlangsung, cuaca sedang tidak bersahabat karena hujan deras tapi banyak sekali warga kampung yang datang. Hujan, kopi panas, teh hangat dan pisang goreng membuat kondisi semakin pas untuk menonton film.

Suasana saat pemutaran video pelestarian penyu
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Penyerahan hadiah kepada peserta yang bisa menjawab pertanyaan
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Setelah menonton video edukasi tentang penyu, melakukan tanya jawab bersama warga kampung, kami melanjutkan malam dengan film action berjudul Hunter Killer. Film fiksi ini berkisah tentang misi tim kapal selam Amerika Serikat untuk menyelamatkan presiden Rusia yang dikudeta oleh kelompok militan di negaranya. Film yang ditunggu-tunggu masyarakat kampung ini membuat balai kampung semakin ramai. Keseruan dari cerita ini begitu menegangkan, suara riuh rendah dari warga kampung ikut meramaikan suasana. Tak hanya mereka, kami juga ikut terbawa suasana mengikuti alur ceritanya. Cerita yang seru dan tidak membosankan ini, sampai membuat kami tidak sadar bahwa film ini berkisar 2 jam. Warga kampung masih berharap ada film berikutnya, tetapi waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, kami pun harus siap-siap karena besok akan kembali ke Manokwari di pagi hari.

Banyak sekali pengalaman baru yang kami alami di kampung Wau-Weyaf dan di Pantai Jeen Syuab. Kami sangat senang karena pengalaman ini membuat wawasan kami menjadi semakin bertambah.

Berita Lainnya

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.