Cerita dari Lapang : Memilih Ombak yang Tepat di Pantai Jeen Syuab

Bagikan Tulisan

Tanggal

26 Agustus 2022

Penulis

Abigail Lang & Noviyanti

Tanggal

26 Agustus 2022

Penulis

Abigail Lang & Noviyanti

“Mengatasi masalah tanpa masalah” perasaan itulah yang dirasakan Tim Outreach ketika turun ke lapangan pada bulan 30 Juli – 7 Agustus kemarin. Perencanaan dalam perjalanan kami sudah cukup matang, namun dari transportasi kapal yang akan kami naiki, belum ada kepastian. Kurang lebih 3-4 hari sebelumnya, Tim Outreach mendapati informasi bahwa kapal akan beroperasi pada hari Sabtu, 30 Juli 2022. Keberangkatan kali ini adalah suatu penantian yang berharga.

Tiba harinya di mana kami, Tim Outreach dan Tim Pemantauan dan Perlindungan Sarang Penyu akan berangkat dengan destinasi yang berbeda-beda. Tim menuju Kampung Wau adalah Abigail, Liya, Novi sebagai Tim Outreach serta Kaka Yairus, Osorio, Yonas, dan Mayustilo; sedangkan Yusup, Ibu Deasy dan Ifah (mahasiswa PKL) akan menuju kampung Resye dan akan melanjutkan perjalanan ke Pantai Jeen Yessa. Perjalanan dari Manokwari ke Kampung Wau membutuhkan waktu 1 hari 1 malam menggunakan Kapal Sabuk Nusantara 112. Hari Minggu, 31 Juli 2022, kami tiba di rumah belajar dan disambut baik oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (PM) yaitu Kaka Heydi dan Kaka Yana.

Pertama Kali melihat Tukik dan Induk Penyu Belimbing

Berfoto Bersama “Kru Penyu” Sebelum Kembali ke Kampung Wau
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Bukan hanya pertama kali melihat penyu, tetapi ini juga menjadi pengalaman pertama kami melihat langsung aktivitas teman-teman kami yang bekerja di Pantai Peneluran. Senin pagi ketika cuaca di laut cukup bersahabat, kami dijemput dengan perahu motor oleh tim Pemantauan Penyu. “Kalau saya bilang ‘lompat’, langsung cepat-cepat keluar dari perahu e!”, begitu pesan Kaka Petrus, Koordinator Pantai Jeen Syuab, yang saat itu mengendalikan perahu motor. Sebelumnya, Yana bercerita bahwa turun dari perahu di pantai Wermon sangat unik sekali. “Terlambat sedikit nanti air masuk perahu kaka!”, begitu cerita Yana. Perahu motor ini tidak langsung menuju pantai, Kaka Petrus harus memilih “ombak yang tepat” agar perahu kami tidak terendam air. Teman-teman yang berjaga di pantai juga harus sudah siap dengan kayu-kayu untuk bantalan perahu agar perahu tidak terseret ombak. Begitu perahu tiba di pantai, kami harus cepat melompat keluar dan kami harus segera mendorong perahu menjauhi garis pasang laut. Kami yang terbiasa bekerja dengan laptop di kantor menjadi kagum dengan pekerjaan teman-teman di pantai.

Melepas Tukik
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Tukik Penyu Belimbing
(Foto : S4C_LPPM UNIPA)

Sore harinya kami membantu melepas tukik penyu belimbing. Ukurannya kira-kira kurang dari 1 telapak tangan. Walaupun kecil, tapi sirip-sirip mereka sangat kuat. Teman-teman berkata bahwa tukik yang menetas harus segera dilepas ke laut. Saat di laut, tukik ini akan terus-menerus berenang yang disebut swimming frenzy. Untuk bisa berenang di laut dan menghindari predator, tukik sangat bergantung dari energi dari kuning telur di tubuhnya sampai nanti mereka bisa bertemu makanannya. Itulah alasan tukik harus segera dilepas. Fakta menarik kan?! Setelah itu kami melihat teman-teman melakukan evaluasi sarang relokasi. Sambil melihat mereka bekerja, kami bertanya banyak hal tentang kandang relokasi. Sangat menarik sekali bisa belajar langsung di alam bersama teman-teman yang sangat mengerti tentang penyu.

Malam hari kami diajak melihat penyu. Perjalanan dari pos menuju penyu yang sedang naik bertelur sekitar 1.2 kilometer. Dalam gelap, kami hanya boleh menyalakan lampu merah agar penyu tidak terganggu. Besar sekali! Itu yang ada di pikiran kami ketika melihat penyu betina yang sedang naik bertelur. Bahkan kepalanya lebih besar dari kepala kami. Kami bersyukur sekali bisa bertemu hewan purba yang katanya satu angkatan dengan dinosaurus.

Berita Lainnya

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.