Cerita dari lapang: Tantangan & Kepuasan Melakukan Relokasi Sarang Penyu di Pantai Jeen Syuab
Bagikan Tulisan
Tanggal
3 November 2022
Penulis
Osorio Mariano Sombatua Soares Embulaba
Tanggal
3 November 2022
Penulis
Osorio Mariano Sombatua Soares Embulaba
Perkenalkan nama saya Osorio Mariano Sombatua Soares Embulaba, biasa dipanggil Oso. Saya merupakan alumni dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua, Manokwari. Pada musim peneluran penyu belimbing periode pertengahan tahun 2022, saya berkesempatan bekerja sebagai tenaga magang pantai peneluran di Pantai Jeen Syuab. Ini menjadi pekerjaan pertama saya setelah lulus kuliah. Awal tiba di pantai saya langsung membantu kru (tim pemantauan dan perlindungan sarang) untuk melakukan relokasi sarang penyu. Perjalanan yang kami tempuh memang cukup jauh terlebih kami harus menggendong telur yang jumlahnya cukup banyak (satu sarang berkisar 50-100 butir telur) dan saat itu saya menggendong telur-telur dari dua sarang penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Pengalaman pertama yang saya dapat ini memberikan motivasi tersendiri bagi saya untuk semangat bekerja di pantai peneluran ini. Melakukan relokasi sarang menurut saya memiliki tantangan tersendiri dibanding kegiatan lain, karena dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan tidak sesuai standar maka dapat mempengaruhi kesuksesan penetasan telur dalam sarang tersebut. Walaupun demikian, relokasi sarang adalah kegiatan yang paling saya senang lakukan.
Osorio menggendong telur di bahu menggunakan wadah plastik
(Foto : S4C-LPPM UNIPA/Yusup Jentewo)
Osorio menggali sarang yang terancam air laut pasang
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Yusup Jentewo)
Beranjak ke hari berikutnya saya dan tim melakukan monitoring malam dan saat itulah pertama kali saya melihat penyu belimbing. Biarpun saya berkuliah di jurusan Ilmu Kelautan dan banyak belajar mengenai penyu khususnya secara teori namun secara praktek saya belum pernah melihat satwa ini secara langsung. Saya sangat takjub saat melihat penyu belimbing dengan ukuran yang sangat besar. Ketika indukan penyu itu bernafas terdengar seperti suara babi hutan menurut saya, terdengar berat. Selama melakukan monitoring malam ada banyak hal yang saya pelajari, mulai dari cara memasang dan scan Passive Integrated Transponder (PIT) tag yang baik dan benar, cara mengukur penyu, serta bagaimana memperlakukan penyu agar tidak terganggu ketika ingin bertelur.
Kegiatan lain yang saya lakukan bersama kru yaitu melakukan evaluasi sukses penetasan sarang di kandang relokasi ataupun di pantai. Pertama kali melakukan evaluasi saya agak terganggu dengan aroma yang berasal dari telur penyu ataupun tukik yang mati, namun seiring berjalannya waktu saya mulai terbiasa. Selain melakukan pekerjaan, saya juga sering memanfaatkan waktu luang untuk melakukan hal yang positif dan mampu menghilangkan rasa bosan di pantai. Waktu luang saya biasa diisi dengan membuat konten-konten foto dan video mengenai kegiatan di pantai, bercerita dengan masyarakat serta tenaga lokal, menonton film, karaoke dan lain-lain. Biasanya setelah melakukan kegiatan selama hampir seminggu, pada sabtu pagi atau sore kami akan pergi ke kampung Wau dan Weyaf untuk mengikuti ibadah pada hari minggu. Perjalanan kami menuju kampung biasa ditempuh selama kurang lebih 30 menit namun jika kekurangan tenaga untuk mendorong perahu biasanya kami berjalan kaki selama kurang lebih 2 jam. Hal tersebut karena perahu yang biasa kami pakai cukup berat dan pantai yang terjal membuat kami membutuhkan minimal lima orang untuk mendorong perahu ke bagian pantai yang aman dari terjangan ombak.
Osorio dan tim mendorong perahu
(Foto : S4C-LPPM UNIPA/Herman Ayomi)
Osorio mengevaluasi sarang relokasi
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Herman Ayomi)
Kegiatan yang biasa saya lakukan bersama tim di kampung yaitu berbincang dengan masyarakat, bermain bersama anak-anak disana, bermain voli, bola kaki, berenang di pantai dan pergi ke kebun. Saya juga sering mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat kampung ataupun pendamping masyarakat yang juga berasal dari UNIPA. Ada banyak hal menarik yang saya lakukan dan alami selama bekerja kurang lebih empat bulan di pantai Jeen Syuab. Pengalaman itu misalnya berjalan menyeberangi kali, melihat perjuangan penyu untuk bertelur dan tukik untuk keluar dari sarang, mengalami kebaikan hati masyarakat yang ada di kampung Wau-Weyaf maupun di pantai Wermon. Dari sini saya dapat belajar bahwa “perjuangan” dan “kebebasan” itu benar adanya. Harapan saya kegiatan ini bisa terus berjalan dan mendapatkan terus dukungan dari banyak pihak serta bila terdapat kembali kesempatan saya sangat ingin kembali bergabung di tim pantai peneluran pada kesempatan lainnya. Sekian cerita dari saya dan terima kasih.
Bagikan Tulisan
Ikuti Survei
Bantu kami meningkatkan kualitas informasi hasil monitoring sosial dan ekologi di BLKB-Papua.
Berita Terkait
Video Kami
Kategori Lainnya
Berita Lainnya
Ika Pebina Pinem– Oktober 14, 2022
Noviyanti, Monica Arung Padang & Deasy Lontoh – Oktober 7, 2022
Abigail Lang, Noviyanti, Kartika Zohar dan Yusup Jentewo – Oktober 6, 2022
Sorry, the comment form is closed at this time.