Magical Moment to behold
Bagikan Tulisan
Tanggal
05 September 2024
Penulis
Qumi L Fajri
Tanggal
05 September 2024
Penulis
Qumi L Fajri
Setelah menghabiskan kurang lebih 4 bulan ‘mendongengkan’ tentang penyu dan cara melindunginya dari kepunahan kepada anak-anak, rasanya kok kurang afdol ya, aku justru belum pernah melihat penyu sama sekali. Ya, mendongengkan, sebab eksistensinya hanya berupa cerita, tentang betapa mesmerizenya penyu bertelur atau betapa serunya momen saat melepas tukik.
Baca juga : Cahaya Harapan di Wau Weyaf
Hingga pada suatu siang yang terik, Om Petrus (salah satu Kru yang bekerja di Pantai Jeen Syuab) datang ke rumah belajar dengan membawa sebuah kabar gembira. “kita ke pantai sekarang, ayo siap-siap” kalimat yang bagai angin sejuk bagiku yang baru saja pulih dari Malaria ini. Tanpa fa-fi-fu aku, Kak Ina, dan Harun (rekan kerja satu lokasi) bergegas mempersiapkan segala perlengkapan yang harus dibawa. Rencananya kami akan menginap di Pantai Wermon selama 3 hari 2 malam.
Pos Penyu Pantai Jeen Syuab
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi L Fajri)
Kaka Ina dan Qumi berpose di depan gerbang Pos Pantai Wermon
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi)
Perjalanan menuju Pantai Wermon (saat ini di kenal dengan Pantai Jeen Syuab) membutuhkan waktu kurang lebih 30 menitan. Angin laut sejuk menerpa tubuh, pun dengan percikan air yang tak mau kalah ikut membasahi pakaian kami. Setibanya di Wermon, kami mengistirahatkan badan, mendinginkan kepala dari matahari ganas siang itu. Begitu matahari cukup bersahabat, pukul setengah lima sore kami menuju kandang relokasi untuk menggali sarang telur penyu yang telah menetas (kami belajar melakukan evaluasi dengan bimbingan kru). Berlomba-lomba tukik-tukik mungil memanjat keluar dari sarangnya. Momen pertama aku menyentuhnya, merasakan flippernya yang rapuh mengepak-ngepak di telapak tangan. I like it to feel there is small living creature in my hand.
Belajar untuk melakukan relokasi penyu di kandang relokasi
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi)
Tukik yang baru menetas di kandang relokasi
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi)
Setelah semua tukik berhasil dievakuasi, kami membawanya ke pantai untuk dilepaskan. Sebanyak 25 tukik kami lepaskan sore itu. Melihat flipper mungil itu berjalan menuju pantai, meninggalkan jejak indah panjang yang kemudian tersapu ombak, menjadi momen yang rasanya tidak akan pernah ku lupakan. It was fun tho! Dalam hati aku berdoa semoga mereka bisa hidup lama hingga jadi penyu dewasa.
Malam itu aku cepat-cepat beristirahat sebab tim patroller berencana mengajak kami melihat penyu tengah malam nanti. Namun sungguh malang, tiba-tiba demam menyerang tubuhku. Panas tinggi dan menggigil, persis apa yang ku rasakan beberapa hari sebelumnya saat malaria menyerang. “malaria sialan! Tidak tahu waktu sekali!” batinku saat itu. Akhirnya malam itu aku melewatkan ajakan patroli ke pantai.
Melepas tukik di pantai Jeen Syuab
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi)
Berfoto bersama penyu Belimbing di Pantai Jeen Syuab
(Foto : S4C_LPPM UNIPA/Qumi)
Esok paginya, demam masih betah bersarang dalam badan. Tubuhku lemas, kepalaku pening, tak mampu berbuat apa-apa. Sepanjang sisa hari aku hanya berbaring dalam sleeping bag, tidur pun tak nyenyak. Barulah aku bisa tidur nyenyak setelah mandi ukup dengan daun-daun dan kepalaku dikompres.
Sekitar pukul 8 malam, ada panggilan dari kru. Seekor Penyu Belimbing naik ke pasir di dekat rumah. Setelah mengumpulkan sisa tenaga yang kumiliki, dengan bantuan Kak Ina aku tertatih-tatih berjalan di pasir. Lengkap dengan jaket dan kaos kaki serta kain penutup badan untuk menghindari angin malam, aku berhasil tiba.
Si besar itu di sana, hitam, panjang dan bernafas berat. Sedang bertelur. Mama penyu pertama yang ku jumpai. Melihatnya bertelur, mendengarnya bernafas, menyentuh permukaan tubuhnya yang licin, a once in a lifetime moment. Lalu kami menunggunya berjalan kembali ke laut setelah berputar-putar sedemikian rupa di pasir, membuat kamuflase. Setelahnya aku berbaring di pasir, tak mampu menahan lemas dan pusing, Ditemani debur ombak dan bintang-bintang di langit malam itu, aku terpejam. Bersyukur atas segala limpahan karunia yang ku dapat hari itu, termasuk malaria di badan. A magical moment to behold.
Bagikan Tulisan
Ikuti Survei
Bantu kami meningkatkan kualitas informasi hasil monitoring sosial dan ekologi di BLKB-Papua.
Berita Terkait
Video Kami
Kategori Lainnya
Berita Lainnya
Mikardes Albert, Kartika Zohar – Juni 27, 2024
Kartika Zohar, Putri Kawilarang, Mika Palimbong – Juni 11, 2024
Sorry, the comment form is closed at this time.