Cerita lapangan dari Pantai Jeen Syuab Pada Musim Peneluran Oktober 2019 – Maret 2020

Nama saya Pius Octovinus, saya adalah bagian dari tim pemantauan penyu dan perlindungan sarang LPPM UNIPA. Pada musim peneluran Oktober 2019 Maret 2020, tim kami bergantian bertugas untuk memantau aktivitas penyu dan melindungi sarang di pantai Jeen Syuab. Saya bersama Jhoni Mau, Abraham Leleran, Arfiandra Wanaputra, dan Arnol Heipon kembali bertugas di Jeen Syuab pada pertengahan Januari hingga pertengahan Februari. Kami berangkat dari Manokwari ke kampung WauWeyaf dengan menggunakan kapal Sabuk Nusantara 112. Angin dan gelombang sangat besar, sehingga kami memutuskan untuk menunda perjalanan ke pantai Jeen Syuab hingga keesokan hari. Biasanya perjalanan kesana hanya memakan waktu 1 jam dari kampung Wau-Weyaf, dengan menggunakan perahu mesin 15pk. Namun perjalanan kami ke Jeen Syuab hari itu memakan waktu 8 jam, dari pukul 8:00 hingga 16:00. Mesin pada perahu masyarakat yang kami sewa mengalami gangguan dalam perjalanan. Di tengah kondisi laut yang bergelombang besar, mesin perahu tiba-tiba berhenti bekerja, mesin padam!, dua orang teman saya sempat berenang ke darat untuk mencoba mencari pertolongan dan kami beruntung mesin kembali bekerja dan dapat mengantar tim kami ke darat.

Bertugas di pantai Jeen Syuab pada bulan Januari dan Februari sangat menantang. Pada bulan Januari, penyu belimbing naik masih dalam jumlah yang besar sehingga banyak sarang yang perlu dipindahkan ke kandang relokasi agar selamat dari ancaman ombak. Pada bulan Februari, sarang-sarang banyak yang menetas sehingga harus dievaluasi. Kami dalam tim berusaha mencicil dan bergotong royong dalam melaksanakan tugas-tugas. Bahan makanan dan logistik bulanan harus diangkut ke pos dari dengan berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer. Karena jumlahnya banyak, kami mencicil dan menyelesaikannya dalam 2-3 hari. Koordinator kami membagi tugas antara kami agar semua terlaksana. Ada yang menghitung jejak penyu, mengukur lebar pantai, mengevaluasi sukses penetasan sarang yang sudah menetas, dan patroli malam.

Bersantai bersama masyarakat di kali (Dok. Arnol Heipon)

(Foto : Arfiandra Waranaputra)

Patroli malam di pantai peneluran Jeen Syuab (Dok. Arfiandra Waranaputra)

(Foto : Arfiandra Waranaputra)

Walau hanya sebulan, kadang saya merasa jenuh. Ketika melihat kalender, hari hingga kembali ke kota kadang terasa lama sekali. Setiap hari bangun pagi lihat wajah teman-teman yang sama, agas mengganggu tidur siang, susah untuk berkomunikasi dengan keluarga karena tidak ada jaringan HP, dan makanan yang itu-itu saja. Saat di lapangan, saya dan teman-teman memiliki beberapa cara untuk mengobati kejenuhan. Kami jalan-jalan ke hutan dan mendengar suara burung atau hewan lainnya, mandi-mandi di kali Wermon, memetik sayur, membakar pisang, makan, lalu pulang ke pos, atau ikut masyarakat jalan-jalan. Kadang saat patroli malam, kami bertemu buaya, rusa, babi hutan, kangguru atau ular. Hewan-hewan menarik ini membuat patrol malam lebih menyenangkan. Bila kami merasa bosan duduk-duduk di pos, kami membantu proyek atau tugas lain di pantai, misalnya membantu anggota masyarakat yang bertugas mendirikan kandang relokasi atau memindahkan sarang penyu. Setelah satu minggu atau dua minggu, kadang kami berjalan ke kampung untuk turut beribadah di gereja dan berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini juga mengobati rasa jenuh. Berkat tim yang kompak dan senantiasa saling membantu, kami selesaikan semua tugas kami di Jeen Syuab dan saya serta teman-teman pulang ke Manokwari dalam keadaan sehat.

680 Comments